5 Manfaat Bersikap Open Minded Untuk Kehidupan

Open Minded

 

Pernahkah Anda berada dalam sebuah diskusi yang panjang? Entah itu rapat di kantor, obrolan santai di grup WhatsApp keluarga, atau bahkan saat menentukan tujuan liburan. Seringkali, kita merasa pandangan kitalah yang paling benar, paling logis, dan paling masuk akal. Ketika ada orang lain yang menyajikan ide yang berseberangan, reaksi pertama kita mungkin bukan mendengarkan, tapi menyiapkan sanggahan.

Jika Anda sering merasa demikian, tenang, Anda tidak sendiri. Ini adalah reaksi manusiawi yang wajar. Namun, seiring bertambahnya usia dan pengalaman, terutama saat kita memasuki rentang usia 35-55 tahun, kemampuan untuk bersikap open minded menjadi salah satu aset paling berharga yang bisa kita miliki.

Dunia yang kita tinggali hari ini berubah begitu cepat. Apa yang relevan lima tahun lalu, mungkin hari ini sudah usang. Di sinilah letak pentingnya memiliki pola pikir terbuka. Ini bukan hanya soal "terdengar bijak", tapi soal bertahan, beradaptasi, dan bertumbuh, baik dalam karir maupun kehidupan pribadi. Menerima pandangan berbeda bukanlah tanda kelemahan, melainkan sebuah demonstrasi kekuatan intelektual dan emosional.

Apa Sebenarnya Maksud dari "Bersikap Open Minded"?

Banyak orang salah mengartikan bersikap open minded sebagai sikap pasif atau "iya-iya saja" pada semua hal. Padahal, maknanya jauh lebih dalam dari itu.

Bersikap open minded adalah kesediaan untuk secara aktif mempertimbangkan ide, perspektif, dan informasi baru, bahkan jika hal itu menantang keyakinan kita yang sudah ada. Ini adalah tentang menunda penilaian. Ini adalah tentang memiliki kerendahan hati untuk mengakui bahwa kita mungkin tidak memiliki semua jawaban.

Seorang dengan pola pikir terbuka tidak akan langsung defensif ketika dikritik. Sebaliknya, mereka akan bertanya, "Mengapa orang itu berpikir demikian?" atau "Data apa yang mungkin saya lewatkan?"

Ini adalah perbedaan fundamental antara 'mendengar' dan 'mendengarkan'. Kebanyakan dari kita 'mendengar' hanya untuk menunggu giliran berbicara. Tapi 'mendengarkan' dalam konteks menerima pandangan berbeda berarti kita mencoba memahami dari mana asal pandangan tersebut, apa nilai-nilai yang melandasinya, dan apa pengalaman yang membentuknya. Ini adalah keterampilan tingkat tinggi yang sayangnya tidak diajarkan di sekolah formal.

Mengapa Kita Seringkali Sulit Menerima Pandangan Berbeda?

Jika manfaat open minded begitu besar, mengapa mempraktikkannya terasa begitu sulit? Jawabannya kompleks dan berakar kuat pada psikologi kita.

Pertama, ada yang namanya "Bias Konfirmasi". Otak kita secara alami lebih menyukai informasi yang mendukung apa yang sudah kita yakini. Kita membaca berita yang sesuai dengan pandangan politik kita dan berteman dengan orang-orang yang memiliki selera yang sama. Ini membuat kita nyaman, tetapi juga menciptakan "ruang gema" (echo chamber) yang membuat pandangan kita semakin sempit.

Kedua, adalah ego dan identitas diri. Terutama di usia matang, kita telah membangun karir dan reputasi berdasarkan keahlian dan pandangan kita. Ketika pandangan itu ditantang, kita merasa identitas kitalah yang diserang. Mengakui bahwa kita mungkin salah terasa seperti sebuah kekalahan.

Di sinilah letak pentingnya memahami konsep Mindset yang dipopulerkan oleh Carol S. Dweck, seorang psikolog ternama dari Stanford. Dalam bukunya, “Mindset: The New Psychology of Success:2006. Hal.6-7”, Dweck membedakan dua jenis pola pikir:

  1. Fixed Mindset (Pola Pikir Tetap): Orang dengan pola pikir ini percaya bahwa kecerdasan dan bakat adalah bawaan lahir. Mereka cenderung menghindari tantangan (termasuk pandangan berbeda) karena takut terlihat bodoh atau gagal.
  2. Growth Mindset (Pola Pikir Tumbuh): Orang dengan pola pikir ini percaya bahwa kemampuan dapat dikembangkan melalui dedikasi dan kerja keras. Mereka melihat tantangan dan kritik (termasuk menerima pandangan berbeda) sebagai peluang untuk belajar.

Sikap kaku dan sulit menerima pandangan berbeda seringkali merupakan gejala dari fixed mindset. Mereka berpikir, "Jika saya mengakui idenya lebih baik, itu artinya saya tidak kompeten." Sebaliknya, pola pikir terbuka adalah manifestasi dari growth mindset, yang berpikir, "Wow, saya belum pernah memikirkan dari sudut pandang itu. Saya bisa belajar sesuatu yang baru hari ini."

Manfaat Open Minded yang Mengubah Hidup

Mengadopsi sikap bersikap open minded bukan hanya tentang menjadi orang yang lebih menyenangkan dalam pergaulan. Dampaknya jauh lebih fundamental dan strategis, terutama bagi kita yang berada di puncak karir atau sedang membesarkan generasi penerus.

Berikut adalah beberapa manfaat open minded yang paling signifikan:

  1. Pengambilan Keputusan yang Lebih Baik: Saat kita menutup diri dari pandangan lain, kita hanya melihat sebagian kecil dari gambar utuh. Kita membuat keputusan berdasarkan informasi yang tidak lengkap. Dengan bersikap open minded, kita mengumpulkan lebih banyak data, melihat lebih banyak risiko, dan mengidentifikasi lebih banyak peluang. Hasilnya? Keputusan yang lebih matang, strategis, dan minim penyesalan.
  2. Hubungan yang Lebih Dalam dan Sehat: Baik itu dengan pasangan, anak yang beranjak remaja, atau tim di kantor, konflik seringkali muncul bukan karena perbedaan itu sendiri, tapi karena rasa tidak didengarkan. Ketika kita mempraktikkan menerima pandangan berbeda dengan tulus, orang lain merasa dihargai. Ini membangun kepercayaan. Keterampilan ini adalah inti dari kecerdasan emosional.
  3. Inovasi dan Kreativitas yang Meningkat: Ide-ide brilian jarang muncul di ruang hampa. Inovasi lahir dari persimpangan berbagai ide yang berbeda. Jika Anda seorang pemimpin atau profesional, pola pikir terbuka memungkinkan Anda menggabungkan ide-ide yang tampaknya tidak berhubungan menjadi sebuah solusi baru yang cemerlang.
  4. Pengembangan Diri yang Berkelanjutan: Salah satu manfaat open minded terbesar adalah pembelajaran seumur hidup. Orang yang berpikiran terbuka tidak pernah berhenti belajar. Mereka membaca buku di luar genre favoritnya, berbicara dengan orang dari latar belakang berbeda, dan tidak takut mencoba hal baru. Ini menjaga otak tetap tajam dan relevan di tengah perubahan zaman.
  5. Ketahanan Mental (Resilience) yang Lebih Kuat: Dunia ini penuh ketidakpastian. Orang yang kaku akan mudah patah ketika kenyataan tidak sesuai dengan harapan. Namun, orang yang bersikap open minded lebih fleksibel. Mereka lebih mudah beradaptasi dengan perubahan, mengelola stres, dan bangkit kembali dari kegagalan.

Cara Praktis Menjadi Open Minded

Bersikap open minded adalah sebuah keterampilan, bukan bakat bawaan. Artinya, ini bisa dilatih. Ini mungkin terasa tidak nyaman pada awalnya, terutama jika kita sudah terbiasa dengan pola pikir tertentu selama puluhan tahun. Namun, ini sangat mungkin dilakukan.

Berikut adalah beberapa cara menjadi open minded yang bisa Anda praktikkan mulai hari ini:

  • Latih Mendengarkan Aktif

Ini adalah cara menjadi open minded yang paling dasar. Saat orang lain berbicara, jangan fokus pada apa yang akan Anda katakan selanjutnya. Fokuslah sepenuhnya pada apa yang mereka katakan. Coba ulangi maksud mereka dengan bahasa Anda sendiri ("Jadi, kalau saya tangkap, maksud Anda adalah...?") untuk memastikan Anda benar-benar paham.

  • Pisahkan Identitas Anda dari Pendapat Anda

Ingat, Anda bukanlah pendapat Anda. Jika seseorang tidak setuju dengan ide Anda di rapat, mereka tidak sedang menyerang Anda secara pribadi. Mereka hanya menyerang ide tersebut. Dengan menciptakan jarak ini, Anda bisa mendiskusikan ide tanpa melibatkan emosi yang berlebihan.

  • Secara Aktif Cari Pandangan yang Berbeda

Ini adalah cara menjadi open minded yang proaktif. Jika Anda seorang konservatif, coba baca artikel dari sumber yang liberal (atau sebaliknya). Jika Anda ahli di bidang keuangan, ajak bicara rekan Anda dari divisi kreatif. Keluar dari "ruang gema" Anda secara sengaja.

  • Latih Kecerdasan Emosional dan Empati

Kemampuan menerima pandangan berbeda sangat erat kaitannya dengan empati. Seperti yang ditulis oleh Daniel Goleman dalam bukunya, Emotional Intelligence, empati adalah kemampuan untuk memahami perasaan orang lain. Sebelum menolak ide seseorang, cobalah bertanya pada diri sendiri: "Apa yang dia rasakan?" atau "Pengalaman apa yang membuatnya sampai pada kesimpulan ini?" Goleman menekankan bahwa memahami orang lain secara emosional adalah kunci untuk komunikasi yang efektif.

  • Merasa Nyaman dengan Ketidaknyamanan

Proses membuka pikiran pasti akan terasa tidak nyaman. Itu wajar. Anggaplah rasa tidak nyaman itu sebagai tanda bahwa Anda sedang bertumbuh. Saat Anda merasa defensif, ambil napas sejenak. Akui perasaan itu, lalu pilih untuk tetap penasaran alih-alih marah.

Mengasah Pola Pikir Terbuka Bersama Coach David Setiadi

Mengetahui teori adalah satu hal, tetapi mempraktikkannya di tengah tekanan pekerjaan dan tuntutan keluarga adalah hal lain. Membongkar mental block yang sudah mengakar puluhan tahun seringkali membutuhkan bantuan dari luar.

Ini bukan sekadar soal cara menjadi open minded, tapi soal bagaimana mengelola emosi, berkomunikasi secara efektif, dan membangun growth mindset yang sesungguhnya. Jika Anda merasa siap untuk membawa pengembangan diri Anda ke level selanjutnya, kami mengundang Anda untuk mengikuti pelatihan khusus yang dibawakan oleh Coach David Setiadi.

Bayangkan Coach David Setiadi, dengan pengalamannya, telah merancang program pelatihan yang berfokus pada transformasi pola pikir. Ini bukan pelatihan motivasi biasa. Ini adalah workshop praktis di mana Anda akan belajar:

  • Teknik Komunikasi Asertif: Bagaimana menyampaikan ketidaksetujuan Anda dengan cara yang elegan tanpa memicu konflik, sebuah kunci untuk menerima pandangan berbeda.
  • Mengelola Ego dan Emosi: Mempelajari cara mengidentifikasi pemicu emosional Anda saat pandangan Anda ditantang, dan merespons dengan logika, bukan reaktif.
  • Membangun Empati Praktis: Latihan role-playing dan studi kasus untuk benar-benar memahami sudut pandang orang lain, meningkatkan kecerdasan emosional Anda.
  • Transformasi Fixed Mindset: Coach David Setiadi akan memandu Anda mengidentifikasi keyakinan-keyakinan yang membatasi (fixed mindset) dan menggantinya dengan pola pikir terbuka (growth mindset) yang berorientasi pada solusi.

Berinvestasi pada pengembangan diri di usia matang adalah investasi terbaik untuk masa depan karir dan kebahagiaan personal Anda. Jangan biarkan pola pikir yang kaku menghalangi Anda mencapai potensi penuh Anda.

Kesimpulan

Perjalanan untuk bersikap open minded adalah perjalanan seumur hidup. Ini adalah komitmen harian untuk memilih rasa penasaran daripada kepastian, memilih pemahaman daripada penilaian, dan memilih pertumbuhan daripada kenyamanan.

Di dunia yang semakin terpolarisasi, kemampuan untuk menerima pandangan berbeda bukan lagi sebuah kemewahan; itu adalah kebutuhan. Dengan mengadopsi pola pikir terbuka, kita tidak hanya memperbaiki hubungan dan karir, tetapi kita juga menjadi versi terbaik dari diri kita sendiri, versi yang lebih bijak, lebih berbelas kasih, dan lebih siap menghadapi apa pun yang akan terjadi di masa depan.

Phone/WA/SMS : +61 406 722 666